Tuesday 1 June 2010

Hilangnya Malang Tempo Dulu

Malang Tempo dulu atau lebih dikenal dengan sebutan MTD merupakan acara tahunan yang diadakan di kota Malang, tiap pedagang baik dari Malang maupun dari luar malang ikut meramaikan acara ini. Salah satu pedagang yang ikat meramaikan acara ini adalah pak nanang, warga asli lamongan ini memeriahkan acara MTD ini sebagai penjual kerak telur yang mengelar dagangannya di depan musium brawijaya pada saat acara berlangsung. Pak nanang berjualan di MTD ini tidak hanya sendiri melainkan berkelompok, terdiri dari 15 orang yang tergabung sebagai anggota SCTV Carnival yang beberapa minggu lalu memeriahkan kota malang.

Sebelum menjalani usaha kerak telur,pak nanang bekerja sebagai penjual bakso di Jakarta selama 2 tahun dan keakhlian membuat kerak telur didapat dari istri yang asli warga betawi ini, sejak saat itu pak nanang beralih profesi sebagai penjual kerak telur yang telah dijalani selama 4 tahun dari kota ke kota, pak nanang sebagai anggota SCTV Carnival tidak menetap di satu kota saja melainkan berpindah-pindah bersama kelompoknya mengikuti pameran yang ada di setiapa kota termasuk MTD di Malang ini. Setelah di Malang mereka akan melanjutkan ke probolinggo, akan tetapi pak nanang dan kelompoknya dapat ditemui pada saat acara PRJ yang diadakan di Jakarta.
Pemasukan yang didapat pemkot selama acara tahunan ini digelar tidak kalah meriah dibanding dengan acaranya sendiri. Bisa dibayangkan pemasukan pemkot jika penjual kerak telur seperti pak nanang selama acara MTD berlangsung harus mengeluarkan kocek sebesar Rp 300.000.00 hanya untuk menyewa tempat yang luasnya 1x1 meter2 , ditambah stan yang berada di sebelah jalan ijen pastinya uang sewa yang dikeluarkan lebih besar dari yang dikeluarkan oleh pak nanang, tinggal mengalikan saja dengan panjang jalan ijen yang membentang dari utara sampai selatan, maka kita tidak akan bisa menghitung besarnya pendapatan pemkot dari acara ini dengan menggunakan kalkulator 12 digit dan masih ada pemasukan dari pihak sposor yang mendukung acara ini.
Sebagai warga Malang sangat mendukung diadakannya acara tahunan seperti MTD ini, akan tetapi konsep acara yang diangkat oleh pemkot dari tahun ke tahun berubah dari tujuan awal diadakannya MTD. Jika pada awal diadakannya MTD suasana jalan ijen yang disulap menjadi jaman dahulu dari mematikannya lampu penerangan jalan sepanjang jalan ijen digantikan dengan cahaya lampu minyak dan obor, adanya sawah dan kerbau ditengah kota, kesenian daerah khas malang, komunitas-komunitas tempo dulu dari yang menyukai baju, makanan, trasnportasi sampai musik pun ikut memeriahkan acara MTD guna menambah suasana tempo dulu di jalan ijen.
Pada tahun ini suasana MTD tahun sebelumnya telah sedikit pudar, walawpun masih didukung oleh komuunitas yang ada di malang dan pengunjung yang masih menghormati MTD dengan menggunakan pakaian adat atau baju batik, MTD pada tahun ini yang hanya berisikan penjual makanan,dan adanya sebagian komunitas yang memenfaatkan MTD sebagai tempat jual beli barang antik mengurangi suasana MTD itu sendiri, sehingga suasana jaman dahulu tidak terasa lagi, ditambah banyaknya pengunjung yang memadati jalan ijen menjadi nilai minus acara tahunan ini.
Tema Malang Tempo Dulu pada saat ini sudah tidak pantas lagi digunakan oleh pemkot Malang untuk menggelar acara serupa, ada baiknya jika sebutan MTD dirubah menjadi Malang Kuliner, karena MTD tidak lagi dari mengenalkan budaya kota Malang dan untuk memunculkan suasana kota Malang pada jaman dahulu di jalan ijen melainkan hanya untuk mendapat keuntungan dan menjadi lahan bisnis para kaum kapitalis selama pelaksanan MTD tersebut.
Masih pantaskah acara selama 4 hari ini disebut Malang Tempo Dulu...??? Semua jawaban ada pada setiap warga kota Malang. Apakah mereka rela jika pandangan orang terhadap kota Malang berubah, Malang bukan lagi kota Budaya atau Malang tidak lagi sebagia tempat pariwisata akan tetapi berubah menjadi Malang kota uang, lahan basah di kota Malang, atau Malang kota investasi dan masih banyak lagi sebutan yang akan diberikan oleh para kaum kapitalis jika pola pemikiran ini tidak segera dirubah.
Akan tetapi semua itu tergantung dari mana masyarakat memendang acara tahunan ini, karena tidak mungkin pemerintah kota malang mengambil keputusan yang akan merugikan warganya dan semoga saja semua tindakan dan pembangunan kota Malang tetap memikirkan nasib warga yang telah puluhan tahun mendiami kota Malang ini.(ky2)

No comments:

Post a Comment